Dampak Coretax terhadap Penerimaan Pajak

Dasar Hukum Perusahaan Umum di Indonesia

Dalam upaya modernisasi sistem administrasi perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menerapkan Coretax Administration System sebagai bagian dari strategi digitalisasi pajak di Indonesia. Sistem ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi, akurasi, serta transparansi dalam administrasi pajak. Namun, seiring dengan implementasi sistem baru ini, DJP tetap mewaspadai dampaknya terhadap penerimaan pajak, khususnya menjelang batas waktu penyetoran pajak.

Pemantauan DJP terhadap Penerimaan Pajak

Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menegaskan bahwa pihaknya akan terus memantau pergerakan penerimaan pajak setelah penerapan sistem Coretax. Salah satu perubahan signifikan dalam sistem ini adalah penyetaraan jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak menjadi tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Dengan perubahan ini, kinerja setoran pajak untuk Januari 2025 baru akan terlihat pada pertengahan Februari 2025.

“Kita akan lihat dampaknya nanti pada tanggal 15 Februari, karena laporan pajak untuk Januari baru masuk bulan ini. Ini berlaku untuk berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN),” ujar Suryo dalam pernyataan resminya pada Rabu (12/2/2025).

Suryo juga menambahkan bahwa kendala dalam penerapan sistem Coretax sejauh ini belum terlalu berdampak signifikan terhadap penerimaan negara. Namun, DJP tetap melakukan evaluasi guna memastikan penerimaan pajak di tahun 2025 berjalan dengan lancar, meskipun sistem baru ini masih dalam tahap adaptasi.

Perubahan Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak

Perubahan dalam mekanisme penyetoran pajak ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81/2024. Regulasi ini mengatur bahwa beberapa jenis pajak kini memiliki batas waktu penyetoran yang seragam, yaitu paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Adapun jenis pajak yang terdampak perubahan ini antara lain:

1. PPh Pasal 4 ayat (2) (Pajak atas penghasilan tertentu seperti sewa tanah/bangunan, hadiah, dan transaksi derivatif);

2. PPh Pasal 15 (Pajak bagi perusahaan pelayaran, penerbangan internasional, dan sektor lainnya yang memiliki ketentuan khusus);

3. PPh Pasal 21 (Pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya);

4. PPh Pasal 22 (Pajak yang dipungut oleh bendahara pemerintah, badan tertentu, atau wajib pajak tertentu terkait transaksi barang);

5. PPh Pasal 23 (Pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, dan sewa);

6. PPh Pasal 25 (Angsuran pajak penghasilan);

7. PPh Pasal 26 (Pajak atas penghasilan wajib pajak luar negeri dari sumber di Indonesia);

8. PPh minyak bumi dan gas bumi dari kegiatan usaha hulu;

9. PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean;

10. PPN atas kegiatan membangun sendiri;

11. Bea meterai yang dipungut oleh pemungut bea meterai;

12. Pajak penjualan (PPn);

13. Pajak karbon yang dipungut oleh pemungut pajak karbon.

    Dengan penyetaraan batas waktu ini, DJP berharap proses administrasi perpajakan menjadi lebih terorganisir dan mudah dipantau, baik oleh wajib pajak maupun pemerintah.

    Tantangan dan Antisipasi DJP dalam Implementasi Coretax System

    Implementasi sistem Coretax tentunya membawa tantangan tersendiri, terutama dalam masa transisi dari sistem lama ke sistem baru. Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi gangguan teknis yang dapat memengaruhi kelancaran pelaporan dan penyetoran pajak. Untuk mengantisipasi hal tersebut, DJP telah menyiapkan beberapa langkah strategis, antara lain:

    a. Penggunaan sistem legacy sebagai cadangan: DJP masih mempertahankan sistem administrasi pajak yang lama untuk mengantisipasi kendala dalam Coretax System.

    b. Penyempurnaan sistem secara bertahap: DJP terus mengevaluasi dan menyempurnakan sistem guna memastikan integrasi yang optimal dengan kebijakan perpajakan yang ada.

    c. Sosialisasi dan edukasi bagi wajib pajak: DJP gencar memberikan sosialisasi terkait perubahan ini kepada wajib pajak guna meminimalkan kebingungan dan memastikan kepatuhan pajak tetap tinggi.

    Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR pada Senin lalu, DJP juga sepakat untuk terus menyempurnakan implementasi Coretax System agar tidak menghambat upaya pengumpulan pajak tahun ini. Keputusan ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memastikan sistem perpajakan tetap berjalan optimal tanpa menimbulkan dampak negatif bagi wajib pajak maupun penerimaan negara.

    Kesimpulan

    Penerapan Coretax Administration System merupakan langkah besar dalam modernisasi administrasi perpajakan di Indonesia. Dengan perubahan jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang lebih seragam, diharapkan sistem ini dapat meningkatkan efisiensi serta akurasi dalam pemungutan pajak. Meskipun masih dalam tahap awal penerapan, DJP terus memantau dampaknya terhadap penerimaan negara dan berkomitmen untuk menyempurnakan sistem guna memastikan kelancaran penerimaan pajak.

    Bagi wajib pajak, penting untuk memahami perubahan ini agar dapat memenuhi kewajiban perpajakan dengan tepat waktu dan menghindari sanksi administrasi. Jika Anda memerlukan bantuan dalam memahami kebijakan perpajakan terbaru atau menghadapi kendala dalam penyetoran pajak, layanan konsultasi pajak dari Hive Five siap membantu Anda dalam menavigasi sistem perpajakan yang semakin kompleks ini.

    Tags : 

    Bisnis,News

    Share This :